Katakanlah, "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. Ibn KatsirAsbabun Nuzul
قل -يا أيها الرسول- للمؤمنين: إن فَضَّلتم الآباء والأبناء والإخوان والزوجات والقرابات والأموال التي جمعتموها والتجارة التي تخافون عدم رواجها والبيوت الفارهة التي أقمتم فيها، إن فَضَّلتم ذلك على حب الله ورسوله والجهاد في سبيله فانتظروا عقاب الله ونكاله بكم. والله لا يوفق الخارجين عن طاعته.
(Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri dan kaum keluarga kalian) yaitu kaum kerabat kalian, menurut suatu qiraat lafal asyiiratukum dibaca asyiiraatukum (dan harta kekayaan yang kalian usahakan) harta hasil usaha kalian (dan perniagaan yang kalian khawatir kerugiannya) khawatir tidak laku (dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya) sehingga hal-hal tersebut mengakibatkan kalian enggan untuk melakukan hijrah dan berjihad di jalan-Nya (maka tunggulah) nantikanlah (sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya) ayat ini mengandung makna ancaman buat mereka. (Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik").
Tafsir Tahlili
Ayat ini memberikan peringatan bahwa jika orang beriman lebih mencintai bapaknya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, istri-istrinya, sanak keluarganya, harta kekayaan, perniagaan dan rumah-rumahnya, daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berjihad menegakkan syariat-Nya, maka Allah akan mendatangkan siksa kepada mereka cepat atau lambat. Mereka yang bersikap demikian itu adalah orang-orang fasik yang tidak akan mendapat hidayah dari Allah swt.
Berikut ini beberapa alasan mengapa orang mencintai anak, suami, istri, ibu, bapak, keluarga, dan sebagainya:
1. Bahwa cinta anak terhadap ibu bapak adalah naluri yang ada pada tiap-tiap diri manusia. Anak sebagai keturunan dari ibu bapaknya mewarisi sebagian sifat-sifat dan tabiat-tabiat ibu bapaknya.
2. Bahwa cinta ibu bapak kepada anaknya adalah naluri juga, bahkan lebih mendalam lagi, karena anak merupakan jantung hati yang diharapkan melanjutkan keturunan dan meneruskan sejarah hidupnya. Dalam hal ini ibu bapak rela menanggung segala macam pengorbanan untuk kebahagiaan masa depan anaknya.
3. Bahwa cinta kepada saudara dan karib kerabat adalah cinta yang lumrah dalam rangka pelaksanaan hidup dan kehidupan tolong-menolong, bantu-membantu dan bela-membela dalam kehidupan rumah tangga, dan kehidupan bermasyarakat. Cinta yang demikian akan menumbuhkan perasaan hormat-menghormati dan sayang-menyayangi.
4. Bahwa cinta suami istri adalah cinta yang terpadu antara dua jenis makhluk yang membina keturunan dan membangun rumah tangga untuk kebahagiaan hidup dan kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karena itu keutuhan hubungan suami istri yang harmonis menjadi pokok bagi kerukunan dan kebahagiaan hidup dan kehidupan yang diidam-idamkan.
5. Bahwa cinta terhadap harta dengan segala jenis bentuknya baik harta usaha, warisan, perdagangan maupun rumah tempat tinggal dan lain-lain adalah cinta yang sudah menjadi kodrat manusia. Semua yang dicintai merupakan kebutuhan yang tidak terpisahkan bagi hidup dan kehidupan manusia yang diusahakannya dengan menempuh segala jalan yang dihalalkan Allah.
6. Cinta perdagangan, merupakan naluri manusia, karena ia merupakan sumber pengembangan harta benda.
7. Cinta tempat tinggal, karena rumah merupakan tempat tinggal dan tempat istirahat sehari-hari.
Adapun cinta kepada Allah wajib didahulukan daripada segala macam cinta tersebut di atas karena Dialah yang memberi hidup dan kehidupan, dengan segala macam karunia-Nya kepada manusia dan Dialah yang bersifat sempurna dan Mahasuci dari segala kekurangan. Begitu juga cinta kepada Rasulullah saw, haruslah lebih diutamakan karena Rasulullah saw diutus Allah swt untuk membawa petunjuk dan menjadi rahmat bagi alam semesta.
Firman Allah:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutlah aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (Āli-’Imrān/3: 31)
Dan sabda Rasulullah saw:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ (رواه البخاري ومسلم عن أنس)
Tidaklah sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai Aku lebih daripada mencintai orang tuanya, anak-anaknya dan manusia seluruhnya. (Riwayat al-Bukhārī, Muslim dari Anas)
At-Taubah[9]:34
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. Ibn KatsirAsbabun Nuzul
يا أيها الذين صَدَّقوا الله ورسوله وعملوا بشرعه، إن كثيرًا من علماء أهل الكتاب وعُبَّادهم ليأخذون أموال الناس بغير حق كالرشوة وغيرها، ويمنعون الناس من الدخول في الإسلام، ويصدون عن سبيل الله. والذين يمسكون الأموال، ولا يؤدون زكاتها، ولا يُخْرجون منها الحقوق الواجبة، فبشِّرهم بعذاب موجع.
(Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan) yakni mengambil (harta benda orang lain dengan cara yang batil) seperti menerima suap dalam memutuskan hukum (dan mereka menghalang-halangi) manusia (dari jalan Allah) dari agama-Nya. (Dan orang-orang) lafal ini menjadi mubtada/permulaan kata (yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya) dimaksud ialah menimbunnya (pada jalan Allah) artinya mereka tidak menunaikan hak zakatnya dan tidak membelanjakannya ke jalan kebaikan (maka beritahukanlah kepada mereka) beritakanlah kepada mereka (akan siksa yang pedih) yang amat menyakitkan.
Tafsir Tahlili
Pada ayat ini diterangkan bahwa kebanyakan pemimpin dan pendeta orang Yahudi dan Nasrani telah dipengaruhi oleh cinta harta dan pangkat. Oleh karena itu mereka tidak segan-segan menguasai harta orang lain dengan jalan yang tidak benar dan dengan terang-terangan menghalang-halangi manusia beriman kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Sebab kalau mereka membiarkan pengikut mereka membenarkan dan menerima dakwah Islam tentulah mereka tidak dapat bersikap sewenang-wenang terhadap mereka dan akan hilanglah pengaruh dan kedudukan yang mereka nikmati. Pemimpin-pemimpin dan pendeta-pendeta Yahudi dan Nasrani itu telah melakukan berbagai cara untuk mengambil harta orang lain, diantaranya:
1. Membangun makam nabi-nabi dan pendeta-pendeta dan mendirikan gereja-gereja yang dinamai dengan namanya. Dengan demikian, mereka dapat hadiah nazar dan wakaf yang dihadiahkan kepada makam dan gereja itu. Kadang-kadang mereka meletakkan gambar-gambar orang suci mereka atau patung-patungnya, lalu gambar, patung itu disembah. Agar permintaan mereka dikabulkan, mereka juga memberikan hadiah uang dan sebagainya. Dengan demikian, terkumpullah uang yang banyak dan uang itu dikuasai sepenuhnya oleh pendeta. Ini adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan agama yang dibawa oleh para rasul karena membawa kepada kemusyrikan dan mengambil harta orang dengan memakai nama nabi dan orang-orang suci.
2. Pendeta Nasrani menerima uang dari jamaahnya sebagai imbalan atas pengampunan dosa yang diperbuatnya. Seseorang yang berdosa dapat diampuni dosanya bila ia datang ke gereja menemui pendeta dan mengakui di hadapannya semua dosa dan maksiat yang dilakukannya. Mereka percaya dengan penuh keyakinan bahwa bila pendeta telah mengampuni dosanya, berarti Tuhan telah mengampuninya karena pendeta adalah wakil Tuhan di bumi. Kepada mereka yang telah memberikan uang tebusan dosa, diberikan kartu pengampunan, seakan-akan kartu itu nanti yang akan diperlihatkan kepada Tuhan di akhirat di hari pembalasan yang menunjukkan bahwa mereka sudah bersih dari segala dosa.
3. Imbalan memberikan fatwa baik menghalalkan yang haram maupun mengharamkan yang halal sesuai dengan keinginan raja, penguasa dan orang-orang kaya. Bila pembesar dan orang kaya itu ingin melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan kebenaran seperti membalas dendam dan bertindak kejam terhadap golongan yang mereka anggap sebagai penghalang bagi terlaksananya keinginan mereka atau mereka anggap sebagai musuh, mereka minta kepada pendeta agar dikeluarkan fatwa yang membolehkan mereka bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang itu, meskipun fatwa itu bertentangan dengan ajaran agama mereka seakan-akan ajaran agama itu dianggap sepi dan seakan-akan kitab Taurat itu hanya lembaran kertas yang boleh diubah-ubah semau mereka. Hal ini sangat dicela oleh Allah dalam firman-Nya:
قُلْ مَنْ اَنْزَلَ الْكِتٰبَ الَّذِيْ جَاۤءَ بِهٖ مُوْسٰى نُوْرًا وَّهُدًى لِّلنَّاسِ تَجْعَلُوْنَهٗ قَرَاطِيْسَ تُبْدُوْنَهَا وَتُخْفُوْنَ كَثِيْرًاۚ وَعُلِّمْتُمْ مَّا لَمْ تَعْلَمُوْٓا اَنْتُمْ وَلَآ اٰبَاۤؤُكُمْ ۗ
Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang menurunkan Kitab (Taurat) yang dibawa Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan Kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu memperlihatkan (sebagiannya) dan banyak yang kamu sembunyikan, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang tidak diketahui, baik olehmu maupun oleh nenek moyangmu.” (al-An‘ām/6: 91)
4. Mengambil harta orang lain yang bukan sebangsa atau seagama dengan melaksanakan kecurangan, pengkhianatan, pencurian, dan sebagainya dengan alasan bahwa Allah mengharamkan penipuan dan pengkhianatan hanya terhadap orang-orang Yahudi saja. Adapun terhadap orang-orang yang tidak sebangsa dan seagama dengan mereka dibolehkan. Hal ini dijelaskan Allah dengan firman-Nya:
وَمِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ مَنْ اِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُّؤَدِّهٖٓ اِلَيْكَۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ اِنْ تَأْمَنْهُ بِدِيْنَارٍ لَّا يُؤَدِّهٖٓ اِلَيْكَ اِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَاۤىِٕمًا ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْا لَيْسَ عَلَيْنَا فِى الْاُمِّيّٖنَ سَبِيْلٌۚ وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ ٧٥
Dan di antara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada (pula) di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya. Yang demikian itu disebabkan mereka berkata, “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf.” Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Āli ‘Imrān/3: 75)
5. Mengambil rente (riba). Orang-orang Yahudi sangat terkenal dalam hal ini, karena di antara pendeta-pendeta mereka ada yang menghalalkannya meskipun dalam kitab mereka riba itu diharamkan. Ada pula di antara pendeta-pendeta itu yang memfatwakan bahwa mengambil riba dari orang-orang Yahudi adalah halal. Demikian pula pendeta-pendeta Nasrani ada yang menghalalkan sebagian riba meskipun mengharamkan sebagian yang lain.
Demikian cara-cara yang mereka praktekkan dalam mengambil dan menguasai harta orang lain untuk kepentingan diri mereka sendiri dan untuk memuaskan nafsu dan keinginan mereka. Adapun cara-cara mereka menghalangi manusia dari jalan Allah, ialah dengan merusak akidah dan merusak ajaran agama yang murni. Orang-orang Yahudi pernah menyembah patung anak sapi, pernah mengatakan Uzair adalah anak Allah, dan sering sekali mereka memutarbalikkan ayat-ayat Allah dan mengubahnya, sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu mereka sebagaimana telah dijelaskan pada ayat-ayat yang lalu seperti dalam surah al-Baqarah, Āli ‘Imrān, an-Nisā’ dan al-Mā’idah. Mereka secara terang-terangan mengingkari Nabi Musa a.s sebagai nabi, padahal dialah pembawa akidah yang murni yang kemudian dirusak oleh pendeta-pendeta Yahudi. Demikian pula orang-orang Nasrani telah menyelewengkan akidah yang dibawa oleh Nabi Isa a.s, sehingga mereka menganggapnya sebagai Tuhan. Oleh karena itu mereka baik kaum Yahudi maupun Nasrani selalu menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, bahkan menghinanya dengan berbagai cara serta menentang dan mendustakan Al-Qur’anul Karim. Mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk memadamkan cahaya Allah tetapi Allah sudah menetapkan bahwa Dia akan menyempurnakan cahaya itu. Segala usaha dan daya upaya mereka menemui kegagalan tetapi pastilah hanya kehendak Allah-lah yang berlaku dan terlaksana. Allah berfirman:
يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّطْفِـُٔوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّٰهُ اِلَّآ اَنْ يُّتِمَّ نُوْرَهٗ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُوْنَ ٣٢
Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyem-purnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai. (At-Taubah/9: 32)
Demikianlah perilaku kebanyakan dari pendeta Yahudi dan Nasrani. Mereka karena sifat serakah dan tamak akan harta benda, mengumpulkan sebanyak-banyaknya dan mempergunakan sebagian dari harta itu untuk menghalangi manusia mengikuti jalan Allah. Oleh sebab itu, Allah akan melemparkan mereka kelak di akhirat ke dalam neraka dan akan menyiksa mereka dengan azab yang sangat pedih. Mengenai pengumpulan harta ini dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, walaupun ditujukan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, tetapi para mufassirīn berpendapat bahwa ayat ini mencakup juga kaum Muslimin. Maka siapa saja yang karena tamak dan serakahnya berusaha mengumpulkan harta kemudian menyimpannya dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka ia diancam Allah akan dimasukkan ke dalam neraka baik dia beragama Yahudi, Nasrani, maupun beragama Islam.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Abu Dāwud, dan al-Ḥākim dari Ibnu ‘Abbās bahwa setelah turun ayat ini, kaum Muslimin merasa keberatan dan berkata, “Kami tidak sampai hati bila kami tidak meninggalkan untuk anak-anak kami barang sedikit dari harta kami.” Umar berkata, “Saya akan melapangkan hartamu,” lalu beliau pergi bersama Ṡauban kepada Nabi dan mengatakan kepadanya, “Hai Nabi Allah, ayat ini amat terasa berat bagi sahabat engkau.” Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan zakat, melainkan agar harta yang tinggal di tanganmu menjadi bersih. Allah hanya menetapkan hukum warisan terhadap harta yang masih ada sesudah matimu.” Umar mengucapkan takbir atas penjelasan Rasulullah itu, kemudian Nabi berkata kepada Umar, “Aku akan memberitahukan kepadamu sesuatu yang paling baik untuk dipelihara, yaitu perempuan saleh yang apabila seorang suami memandangnya dia merasa senang, dan apabila disuruh dia mematuhinya dan apabila dia berada di tempat lain perempuan itu menjaga kehormatannya.”
At-Taubah[9]:35
(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, "inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." Ibn Katsir
يوم القيامة توضع قطع الذهب والفضة في النار، فإذا اشتدت حرارتها أُحرقت بها جباه أصحابها وجنوبهم وظهورهم. وقيل لهم توبيخًا: هذا مالكم الذي أمسكتموه ومنعتم منه حقوق الله، فذوقوا العذاب الموجع؛ بسبب كنزكم وإمساككم.
(Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahanam lalu disetrika) dibakar (dengannya dahi, lambung dan punggung mereka) bakaran emas-perak itu merata mengenai seluruh kulit tubuh mereka lalu dikatakan kepada mereka ("Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang akibat dari apa yang kalian simpan itu") sebagai pembalasannya.
Tafsir Tahlili
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang mengumpulkan harta dan menyimpannya tanpa sebagian diinfakkan di jalan Allah (dibayarkan zakat), mereka akan dimasukkan ke dalam neraka. Semua harta itu akan dipanaskan dengan api lalu disetrikakan pada dahi pemiliknya begitu pula lambung dan punggungnya, lalu diucapkan kepadanya, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan dahulu.” Sehubungan dengan ini ada hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
مَا مِنْ رَجُلٍ لاَ يُؤَدِّيْ زَكَاةَ مَالِهِ إِلاَّ جَعَلَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبْهَتُهُ وَظَهْرُهُ (رواه مسلم عن أبي هريرة)
Tidak ada seseorang yang tidak menunaikan zakat hartanya melainkan hartanya itu pada hari Kiamat akan dijadikan kepingan-kepingan api lalu disetrikakan pada lambung, dahi, dan punggungnya. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)
Demikianlah nasib orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengumpulkan harta dan menumpuknya serta mempergunakan sebagian harta itu untuk menghalangi dari jalan Allah. Demikian pula nasib seorang muslim yang tidak menunaikan zakat hartanya. Harta itu sendirilah yang akan dijadikan alat penyiksanya. Bagaimana caranya apakah harta yang mereka peroleh di dunia itu dijadikan kepingan-kepingan api atau sebagai gambaran saja. Allah Yang Maha Mengetahui, karena hal itu termasuk urusan gaib yang tidak diketahui kecuali oleh Allah saja.
At-Taubah[9]:38
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa apabila dikatakan kepada kamu, "Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah," kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Ibn KatsirAsbabun Nuzul
يا أيها الذين صدَّقوا الله ورسوله وعملوا بشرعه، ما بالكم إذا قيل لكم: اخرجوا إلى الجهاد في سبيل الله لقتال أعدائكم تكاسلتم ولزمتم مساكنكم؟ هل آثرتم حظوظكم الدنيوية على نعيم الآخرة؟ فما تستمتعون به في الدنيا قليل زائل، أما نعيم الآخرة الذي أعده الله للمؤمنين المجاهدين فكثير دائم.
Ayat ini diturunkan sewaktu Nabi saw. menyeru kaum muslimin untuk berangkat ke perang Tabuk sedangkan pada saat itu udara sangat panas dan cuacanya sulit sehingga hal itu membuat mereka berat untuk melakukannya (Hai orang-orang yang beriman apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kalian, "Berangkatlah untuk berperang pada jalan Allah lalu kalian merasa berat) lafal itstsaaqaltum pada asalnya tatsaaqaltum kemudian huruf ta diganti dengan huruf tsa lalu diidgamkan atau digabungkan dengan huruf tsa yang asli setelah itu ditarik hamzah washal sehingga jadilah itstsaaqaltum. Artinya kalian malas dan enggan untuk melakukan jihad (dan ingin tinggal di tempat kalian saja?) artinya ingin tetap di tempat tinggal, istifham/kata tanya pada permulaan ayat mengandung makna taubikh/celaan. (Apakah kalian puas dengan kehidupan di dunia) dengan kesenang-kesenangannya (sebagai ganti kehidupan akhirat?) sebagai ganti kenikmatan ukhrawi (padahal kenikmatan hidup di dunia ini di) dibandingkan dengan kenikmatan (akhirat hanyalah sedikit") sangat kecil dan tidak ada artinya.
Tafsir Tahlili
Pada tahun ke-9 Hijri, Nabi Muhammad saw memerintahkan kaum Muslimin agar bersiap-siap menghadapi serangan orang-orang Nasrani di Tabuk, suatu tempat yang terletak antara Medinah dengan Damaskus, lebih kurang 610 km dari Medinah dan 692 km dari Damaskus. Pada saat sekarang berada di wilayah Kerajaan Saudi Arabia, daerah perbatasan dengan Yordania. Perintah persiapan ini didasarkan atas berita yang sampai kepada kaum Muslimin dari kaum Nibṭi yang membawa dagangan minyak negeri Syam, bahwa bangsa Romawi bersama kaum Nasrani Arab yang terdiri dari kaum Lakhm, Jużam dan lain-lain yang jumlahnya kira-kira 40 ribu orang, lengkap dengan persenjataan dan perbekalan serta dipimpin seorang panglima besar bernama Qubaz telah siap untuk menyerbu kota Medinah, memerangi kaum Muslimin. Barisan perintis mereka sudah sampai di perbatasan yang bernama Baqlas. Merupakan kebiasaan Nabi Muhammad saw apabila akan menghadapi perang, demi kemaslahatan ia merahasiakan hal-hal yang berhubungan dengan peperangan. Tetapi kali ini Nabi Muhammad saw secara terbuka memberi tahu kaum Muslimin tentang keadaan yang serba sulit dan susah, serta kekurangan, jauhnya jarak yang ditempuh, dan jumlah bala tentara dan kekuatan musuh yang akan dihadapi, agar mereka benar-benar mengadakan persiapan yang mantap.
Kaum Muslimin yang imannya teguh, kuat membaja, tanpa memikir keadaan yang serba sulit serta menyedihkan, bersiap-siap menunggu komando pemberangkatan. Para dermawan tidak segan-segan menyumbang-kan kekayaannya untuk kepentingan jihad fisabilillah. Uṡman bin Affan menyumbang 10.000 dinar, 300 unta, lengkap dengan persenjataannya dan 50 kuda. Abu Bakar as-Siddiq menyumbangkan semua kekayaannya yaitu 4.000 dirham. Nabi Muhammad saw bertanya, “Apakah masih ada sesuatu yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Beliau menjawab, “Yang saya tinggalkan untuk keluargaku ialah Allah dan Rasul-Nya.” Umar bin Khaṭṭab menyumbang seperdua dari harta kekayaannya.
Aṣim bin ‘Adi menyumbangkan 70 wasaq kurma (satu wasaq = 60 gantang, 150 liter). Kaum ibu juga tidak mau ketinggalan: perhiasan emas mereka berupa gelang, anting-anting, kalung, dan lain sebagainya, disumbangkan dengan penuh keikhlasan demi suksesnya perjuangan kaum Muslimin. Setelah segala sesuatunya dianggap siap, berangkatlah Nabi Muhammad saw memimpin sebuah ekspedisi bersama 30.000 orang menuju Tabuk. Muhammad bin Maslamah ditunjuk oleh Rasulullah saw untuk mengurus kota Medinah dan beliau mempercayakan kepada Ali bin Abi Ṭalib mengurus rumah tangganya.
Di samping itu ada beberapa tentara Muslimin yang bermalas-malasan dan enggan ikut serta pergi ke Tabuk dengan dalih antara lain, bahwa belum lama mereka kembali dari Perang Ḥunain dan Ṭaif. Juga pada waktu itu musim panas sedang sangat teriknya, musim paceklik, sukar memperoleh kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan lain sebagainya. Karena sulitnya mendapat makanan sebiji kurma dibagikan untuk makanan dua orang, sedang pada waktu itu buah-buahan di Medinah seperti kurma sudah mulai masak, dan tak lama lagi bisa dipetik.
Ayat ini mencela dan mengutuk perbuatan orang-orang yang enggan berperang meskipun situasi memang sangat sulit. Dari kejadian ini dapat diketahui dengan jelas, siapa di antara kaum Muslimin yang benar-benar beriman, dan siapa di antara mereka yang munafik, yang hanya pura-pura beriman. Salah satu tanda bahwa iman seseorang itu benar ialah dia rela mengorbankan harta dan kalau perlu jiwanya untuk jihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah swt:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ ١٥
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (al-Ḥujurāt/49: 15)
Sedangkan orang-orang munafik yang hanya pura-pura beriman, lebih mengutamakan kesenangan hidup di dunia daripada kebahagiaan di akhirat kelak yang sifatnya kekal abadi. Padahal kesenangan di dunia bagaimanapun hebatnya tidaklah mempunyai arti apa-apa jika dibandingkan dengan kebahagiaan di akhirat. Sabda Rasulullah saw:
وَاللّٰهِ مَا الدُّنْيَا فِى اْلاٰخِرَةِ اِلاَّ كَمَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ أُصْبُعَهُ فِى الْيَمِّ ثُمَّ رَفَعَهُ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ (رواه مسلم وأحمد والترمذي عن المسور)
Demi Allah tiadalah dunia ini (jika dibandingkan) dengan akhirat kecuali (hanya) seperti salah seorang kamu yang mencelupkan jarinya ke dalam laut, kemudian diangkatnya. Maka lihatlah apa yang hanya terbawa oleh jarinya. (Riwayat Muslim, Aḥmad dan at-Tirmiżī dari al-Miswar)
At-Taubah[9]:41
Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Ibn KatsirAsbabun Nuzul
اخرجوا -أيها المؤمنون- للجهاد في سبيل الله شبابًا وشيوخًا في العسر واليسر، على أي حال كنتم، وأنفقوا أموالكم في سبيل الله، وقاتلوا بأيديكم لإعلاء كلمة الله، ذلك الخروج والبذل خير لكم في حالكم ومآلكم فافعلوا ذلك وانفروا واستجيبوا لله ورسوله.
(Berangkatlah kalian baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat) dalam keadaan bersemangat atau pun dalam keadaan tidak bersemangat. Menurut penafsiran yang lain dikatakan bahwa arti ayat ini ialah baik dalam keadaan kuat maupun dalam keadaan lemah atau baik dalam keadaan berkecukupan maupun dalam keadaan kekurangan. Akan tetapi ayat ini dinasakh oleh firman Allah swt. yang lain, yaitu, "Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah..." (Q.S. At-Taubah 91). (dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui) bahwasanya hal ini lebih baik bagi diri kalian, oleh sebab itu jangan sekali-kali kalian merasa berat. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap orang-orang munafik, yaitu mereka yang enggan pergi berperang.
Tafsir Tahlili
Pada ayat ini diterangkan bahwa apabila keselamatan kaum Muslimin terancam, berperang bukan lagi anjuran, tetapi wajib, sehingga tidak seorang Muslim pun yang dibenarkan untuk tidak ikut dalam ekspedisi itu. Setiap orang yang sehat, dewasa, kaya, dan miskin wajib tampil ke medan juang untuk membela Islam dan menegakkan kebenaran. Orang-orang yang uzur yang dibenarkan syarat tidak diwajibkan, seperti terlalu tua, lemah fisik, cacat, tak berdaya, sakit keras dan lain-lain, karena mereka akan menjadi beban apabila diikutsertakan. Firman Allah swt:
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاۤءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضٰى وَلَا عَلَى الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ مَا يُنْفِقُوْنَ حَرَجٌ اِذَا نَصَحُوْا لِلّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ
Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) atas orang yang lemah, orang yang sakit dan orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. (at-Taubah/9: 91)
Mereka diperintahkan berjihad berjaga-jaga dari serangan musuh, mempertahankan tanah air, mendermakan harta dan dirinya untuk menegakkan keadilan, dan meninggikan kalimah Allah, tampil ke medan perang maupun berjihad dengan harta, dengan maksud menjunjung tinggi derajat umat dan agama, jika dilakukan dengan ikhlas akan memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.