Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan IKHLAS berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya). Ibn KatsirAsbabun Nuzul
لا أحد أحسن دينًا ممن انقاد بقلبه وسائر جوارحه لله تعالى وحده، وهو محسن، واتبع دين إبراهيم وشرعه، مائلا عن العقائد الفاسدة والشرائع الباطلة. وقد اصطفى الله إبراهيم -عليه الصلاة والسلام- واتخذه صفيّاً من بين سائر خلقه. وفي هذه الآية، إثبات صفة الخُلّة لله -تعالى- وهي أعلى مقامات المحبة، والاصطفاء.
(Dan siapakah) maksudnya tidak seorang pun (yang lebih baik agamanya daripada orang yang menyerahkan dirinya) artinya ia tunduk dan ikhlas dalam beramal (karena Allah, sedangkan dia berbuat kebaikan) bertauhid (serta mengikuti agama Ibrahim) yang sesuai dengan agama Islam (yang lurus) menjadi hal, arti asalnya jalan condong, maksudnya condong kepada agama yang lurus dan meninggalkan agama lainnya. (Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan-Nya) yang disayangi-Nya secara tulus dan murni.
Tafsir Tahlili
Tidak ada seorang pun yang lebih baik agamanya dari orang yang melakukan ketaatan dan ketundukannya kepada Allah, ia mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa ada tiga macam ukuran yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan ketinggian suatu agama dan keadaan pemeluknya, yaitu:
1. Menyerahkan diri hanya kepada Allah,
2. Berbuat kebaikan, dan
3. Mengikuti agama Ibrahim yang ḥanīf.
Seseorang dikatakan menyerahkan diri kepada Allah, jika ia menyerahkan seluruh jiwa dan raganya serta seluruh kehidupannya hanya kepada Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Karena itu ia hanya berdoa, memohon, meminta pertolongan dan merasa dirinya terikat hanya kepada Allah saja. Ia langsung berhubungan dengan Allah tanpa ada sesuatu pun yang menghalanginya. Untuk mencapai yang demikian seseorang harus mengetahui dan mempelajari sunah Rasul dan sunatullāh yang berlaku di alam ini, kemudian diamalkannya karena semata-mata mencari keridaan Allah.
Jika seseorang benar-benar menyerahkan diri kepada Allah, maka ia akan melihat dan merasakan sesuatu pada waktu melaksanakan ibadahnya, sebagaimana yang dilukiskan Rasulullah saw:
قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا اْلاِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ الله َكَأَنَّكَ تَرَاهُ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاكَ (رواه البخاري عن أبي هريرة)
Jibril bertanya ya Rasulullah, “Apakah ihsan itu?” Rasulullah saw menjawab, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.” (Riwayat al-Bukhārī dari Abu Hurairah).
Mengerjakan kebaikan adalah manifestasi dari pada berserah diri kepada Allah. Makin sempurna penyerahan diri seseorang, makin baik dan sempurna pula amal yang dikerjakannya. Di samping mengerjakan yang diwajibkan, seseorang sebaiknya melengkapi dengan yang sunah dengan sempurna, sesuai dengan kesanggupannya.
Mengikuti agama Ibrahim yang ḥanīf ialah mengikuti agama Ibrahim yang lurus yang percaya kepada keesaan Allah, yaitu kepercayaan yang benar dan lurus. Allah berfirman:
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖٓ اِنَّنِيْ بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَۙ ٢٦ اِلَّا الَّذِيْ فَطَرَنِيْ فَاِنَّهٗ سَيَهْدِيْنِ ٢٧ وَجَعَلَهَا كَلِمَةً ۢ بَاقِيَةً فِيْ عَقِبِهٖ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَۗ ٢٨
(26) Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, ”Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah,(27) kecuali (kamu menyembah) Allah yang menciptakanku; karena sungguh, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (28) Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid) itu kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu). (az-Zukhruf/43:26-28)
Sekalipun ada perintah agar mengikuti agama Ibrahim, bukanlah berarti bahwa Ibrahim-lah yang pertama kali membawa kepercayaan tauhid, dan agama yang dibawa oleh para nabi sebelumnya tidak berasaskan tauhid. Maksud perintah mengikuti agama Nabi Ibrahim ialah untuk menarik perhatian bangsa Arab, sebagai bangsa yang pertama kali menerima seruan agama Islam. Ibrahim a.s. dan Ismail adalah nenek moyang bangsa Arab.
Orang Arab waktu itu amat senang mendengar perkataan yang menjelaskan bahwa mereka adalah pengikut agama Nabi Ibrahim, sekalipun mereka telah menjadi penyembah berhala. Dengan menghubungkan agama yang dibawa Nabi Muhammad saw dengan agama yang dibawa Nabi Ibrahim akan menarik hati dan menyadarkan orang Arab yang selama ini telah mengikuti jalan yang sesat.
شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى
Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa … (asy-Syūrā/42:13).
Agama yang dibawa Nabi Muhammad bukan saja sesuai dengan agama yang dibawa Nabi Ibrahim, tetapi juga berhubungan dan seasas dengan agama yang dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi Isa yang diutus sesudah Nabi Ibrahim. Demikian pula agama Islam berhubungan dan seasas dengan agama yang dibawa oleh nabi-nabi Allah terdahulu.
Perintah mengikuti agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim di sini adalah karena kehidupan Ibrahim dan putranya Ismail dapat dijadikan teladan yang baik serta mengingatkan kepada pengorbanan yang telah dilakukannya dalam menyiarkan agama Allah. Hal ini dapat pula dijadikan iktibar oleh kaum Muslimin dalam menghadapi orang-orang kafir yang selalu berusaha menghancurkan Islam dan Muslimin.
Ibrahim telah menjadi kesayangan Allah, karena kekuatan iman, ketinggian budi pekertinya dan keikhlasan serta pengorbanannya dalam menegakkan agama Allah. Seakan-akan Allah menyatakan bahwa orang yang mengikuti jejak dan langkah Nabi Ibrahim dan hal ini tampak dalam tingkah laku dan budi pekertinya, berhak menamakan dirinya sebagai pengikut Ibrahim. Bukan seperti orang Yahudi, Nasrani dan orang musyrik Mekah yang mengaku sebagai pengikut Nabi Ibrahim, tetapi mereka tidak mengikuti agama yang dibawanya dan tidak pula mencontoh budi pekertinya.
An-Nisa'[4]:146
Kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan dengan tulus IKHLAS (menjalankan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman. Ibn Katsir
إلا الذين رجعوا إلى الله تعالى وتابوا إليه، وأصلحوا ما أفسدوا من أحوالهم باطنًا وظاهرًا، ووالوا عباده المؤمنين، واستمسكوا بدين الله، وأخلصوا له سبحانه، فأولئك مع المؤمنين في الدنيا والآخرة، وسوف يعطي الله المؤمنين ثوابًا عظيمًا.
(Kecuali orang-orang yang bertobat) dari kemunafikan (dan mengadakan perbaikan) terhadap amal perbuatan mereka (serta berpegang teguh kepada, agama, Allah dan mengikhlaskan agama mereka karena Allah) artinya daripada riya (maka mereka itu bersama orang-orang yang beriman) yakni mengenai apa-apa yang akan mereka peroleh (dan Allah akan memberikan kepada orang-orang beriman itu pahala yang besar) di akhirat kelak yaitu surga.
Tafsir Tahlili
Orang-orang munafik masih diberi kesempatan untuk bertobat selama ajal mereka belum tiba, asal mereka betul-betul menyesali perbuatan mereka atas dasar kesadaran yang keluar dari hati nurani mereka, dan memperbaiki perbuatan mereka dengan melakukan amal saleh dan berpegang teguh pada tuntunan Ilahi.
Dengan kata lain, ancaman Tuhan yang sangat keras itu tidak akan menimpa mereka, apabila mereka bertobat dan menyesali perbuatannya, kemudian melakukan perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
1. Mereka betul-betul berusaha untuk melakukan amal saleh yang dapat menghilangkan noda kemunafikannya dengan selalu bersifat jujur, baik dalam berkata maupun dalam berbuat, dapat dipercaya, memenuhi janji, ikhlas terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan tetap melakukan salat dengan khusyuk serta tekun, baik di hadapan orang maupun pada waktu sendiri-sendiri.
2. Berpegang teguh kepada ajaran Allah, yaitu meniatkan tobat dan amal saleh kepada keridaan Allah serta berpegang teguh pada Al-Qur’an, berakhlak mulia serta berperangai baik sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, menjalani semua perintah dan menjauhi segala larangan Allah.
3. Mengikhlaskan diri kepada Allah yaitu memohon pertolongan hanya kepada-Nya, baik pada waktu senang atau dalam keadaan susah.
Apabila mereka melakukan ketentuan-ketentuan tersebut, maka Allah berjanji akan memasukkan mereka ke dalam barisan orang-orang mukmin di hari kiamat, karena mereka telah beriman, dan beramal seperti orang-orang mukmin, bahkan mereka itu akan diberi pahala seperti pahala yang diterima oleh orang-orang mukmin.
At-Taubah[9]:91
Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) atas orang yang lemah, orang yang sakit dan orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan, apabila mereka berlaku IKHLAS kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada alasan apa pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang, Ibn Katsir
ليس على أهل الأعذار مِن الضعفاء والمرضى والفقراء الذين لا يملكون من المال ما يتجهزون به للخروج إثم في القعود إذا أخلصوا لله ورسوله، وعملوا بشرعه، ما على مَن أحسن ممن منعه العذر عن الجهاد مع رسول الله صلى الله عليه وسلم، وهو ناصح لله ولرسوله من طريق يعاقب مِن قِبَلِه ويؤاخذ عليه. والله غفور للمحسنين، رحيم بهم.
(Tiada dosa atas orang-orang yang lemah) yakni orang-orang jompo (atas orang-orang yang sakit) seperti orang buta dan orang yang sakit parah yang tak sembuh-sembuh (dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan) untuk berjihad (apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya) sewaktu ia tidak pergi berjihad, yaitu tidak menimbulkan kekacauan dan rasa takut kepada orang-orang lain dan tetap menaati peraturan. (Tidak atas orang-orang yang berbuat baik) yakni orang-orang yang melaksanakan hal tersebut (jalan) alasan untuk menyalahkan mereka. (Dan Allah Maha Pengampun) kepada mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka di dalam memberikan kelonggaran mengenai masalah tidak pergi berjihad ini.
Tafsir Tahlili
Sabab Nuzul: Ada beberapa riwayat yang menerangkan sebab turunnya ayat ini. Di antaranya riwayat yang diterangkan oleh Ibnu Abi Ḥātim dari Zaid bin Ṡābit dia mengatakan, “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Ketika aku menulis surah Bara’ah, kemudian pena kuletakkan di atas telingaku, maka turunlah wahyu yang memerintah-kan kami berperang. Ketika Rasulullah memperhatikan wahyu yang diturun-kan kepadanya, tiba-tiba datang seorang buta, seraya berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana caranya agar saya ikut berperang, sedang saya orang buta,” maka turunlah ayat ini.”
Dalam ayat ini diterangkan, orang-orang yang dibolehkan tidak ikut berperang yakni bebas dari kewajiban ikut berperang. Mereka ini tidak termasuk orang yang bersalah dan tidak berdosa karena meninggalkan kewajiban berperang bilamana mereka benar-benar mempunyai alasan yang dapat dibenarkan, dan alasan itu dikemukakannya dengan jujur dan ikhlas, yaitu:
1. Orang lemah, yaitu orang yang lemah fisiknya yang tidak memungkinkan dia ikut berperang, seperti orang lanjut usia, perempuan dan anak-anak, begitu juga orang cacat, seperti buta, pekak, lumpuh, patah, dan sebagainya.
2. Orang sakit yang tidak mungkin ikut berperang. Tetapi kalau sudah sembuh mereka wajib ikut berperang.
3. Orang miskin yang tidak mempunyai sarana dan bekal untuk perang.
Ketiga golongan ini bebas dari kewajiban berperang. Namun demikian karena kejujuran dan keikhlasannya kepada Allah dan Rasul, dia masih merasa berkewajiban untuk mengerjakan tugas-tugas yang lain seperti menjaga rumah dan kampung, mengawasi kalau ada mata-mata dan pengkhianat, memelihara rahasia, menyuruh orang agar tetap tenang, berbuat kebajikan dan berdoa, agar orang mukmin yang pergi berperang dilindungi oleh Allah dan mendapat kemenangan yang gilang-gemilang.
Ketiga macam orang-orang yang mempunyai alasan yang dibenarkan syara’ ini, betul-betul mereka ikhlas, beriman kepada Allah dan taat kepada Rasul, mereka tergolong orang-orang yang berbuat kebajikan. Mereka ini tidak termasuk orang-orang yang bersalah, berdosa dan disiksa. Pada akhir ayat ini dijelaskan, bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Artinya Allah banyak ampunan-Nya dan luas rahmat-Nya, terhadap hamba-hamba-Nya yang lemah dalam menunaikan kewajibannya, selama mereka jujur dan ikhlas kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.
Yunus[10]:22
Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (dan berlayar) di lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, dan meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka mengira telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa dengan tulus IKHLAS kepada Allah semata. (Seraya berkata), "Sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur." Ibn Katsir
هو الذي يسيِّركم -أيها الناس- في البر على الدواب وغيرها، وفي البحر في السُّفُن، حتى إذا كنتم فيها وجرت بريح طيبة، وفرح ركاب السفن بالريح الطيبة، جاءت هذه السفنَ ريحٌ شديدة، وجاء الركابَ الموجُ (وهو ما ارتفع من الماء) من كل مكان، وأيقنوا أن الهلاك قد أحاط بهم، أخلصوا الدعاء لله وحده، وتركوا ما كانوا يعبدون، وقالوا: لئن أنجيتنا من هذه الشدة التي نحن فيها لنكونن من الشاكرين لك على نِعَمك.
(Dialah Tuhan yang menjadikan kalian dapat berjalan) menurut suatu qiraat yansyurukum bukannya yusayyirukum (di daratan, berlayar di laut. Sehingga apabila kalian berada di dalam bahtera) di dalam perahu-perahu (dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang di dalamnya) di dalam lafal ini terkandung pengertian iltifat dari mukhathab menjadi ghaib (dengan tiupan angin yang baik) angin yang lembut (dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai) angin yang kencang tiupannya dan dapat menghancurkan segala sesuatu yang dilandanya (dan gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah dikepung bahaya) mereka pasti binasa (maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata) yakni berseru ("Sesungguhnya jika) huruf lam di sini bermakna qasam atau sumpah (Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini) dari malapetaka ini (pastilah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.") yaitu akan menjadi orang-orang yang mentauhidkan Allah.
Tafsir Tahlili
Dalam ayat ini, Allah menunjukkan kemampuan, kekuasaan, dan anugerah-Nya kepada manusia seraya berfirman, “Dialah Allah yang telah memberikan kepadamu (manusia) kesanggupan berjalan di darat, berlayar di lautan, dan terbang di udara dengan memberikan kepadamu kesempatan untuk mempergunakan beraneka macam sarana seperti bintang, kapal, dan sebagainya. Dengan alat angkutan tersebut kamu dapat mencapai berbagai keinginanmu dan untuk bersenang-senang.”
Dengan kesanggupan dan kemampuan yang diberikan-Nya itu, manusia diuji dan dicoba oleh Allah, sehingga nampak jelas watak dan tabiatnya, yang diibaratkan Allah sebagai berikut: dengan kesanggupan yang diberikan-Nya itu, manusia membuat sebuah bahtera yang dapat mengarungi samudera luas. Tatkala mereka telah berada dalam bahtera itu dan ia berlayar membawa mereka dengan bantuan hembusan angin yang baik dan ombak yang tenang, mereka pun bergembira. Tiba-tiba datanglah angin badai yang kencang dan ombak yang menghempas dari segenap penjuru, sehingga timbullah kecemasan dan ketakutan dalam hati mereka. Mereka merasa tidak akan dapat lagi melihat matahari yang akan terbit pada esok harinya karena hempasan ombaknya yang dahsyat. Karena itu mereka pun berdoa kepada Allah seraya merendahkan diri dengan penuh keikhlasan, sambil menyesali perbuatan yang pernah mereka lakukan, agar Allah melepaskan mereka dari gulungan ombak yang maha dahsyat itu, mereka mengucapkan, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya jika engkau lepaskan kami dari malapetaka yang akan menimpa kami, tentulah kami menjadi orang-orang yang mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan.”
Yunus[10]:105
dan (aku telah diperintah), "Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan IKHLAS dan jangan sekali-kali engkau termasuk orang yang musyrik. Ibn Katsir
وأن أقم -أيها الرسول- نفسك على دين الإسلام مستقيمًا عليه غير مائل عنه إلى يهودية ولا نصرانية ولا عبادة غيره، ولا تكونن ممن يشرك في عبادة ربه الآلهة والأنداد، فتكون من الهالكين. وهذا وإن كان خطابًا للرسول صلى الله عليه وسلَّم فإنه موجَّه لعموم الأمة.
(Dan) aku diperintahkan ("Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas) dalam keadaan cenderung dan menggandrunginya (dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik).
Tafsir Tahlili
Dalam ayat ini diterangkan bahwa Nabi Muhammad saw diperintahkan agar menghadapkan wajahnya dan seluruh dirinya kepada Allah, memfokuskan perhatian pada tugas-tugas agama dan mengabdi kepada Tuhan semesta alam. Sebab jika dia memberikan perhatian kepada selain Allah, maka hal itu mengurangi kebulatan jiwanya dalam menghadap Tuhan dan pengabdian terhadap agamanya. Kepada Allah sajalah hendaknya tujuan segala pengabdiannya lahir dan batin. Janganlah dia termasuk orang yang mempersekutukan Allah dalam ibadah dengan dewa-dewa, jin-jin, roh-roh, atau patung-patung seperti halnya penyembah-penyembah berhala. Larangan Allah terhadap Rasul ini dimaksudkan untuk mendorong dan merangsang Rasul saw untuk tetap menjauhi sifat-sifat syirik.